LATAR BELAKANG
Syirkah merupakan bentuk kerja sama yang terdiri dari
dua orang atau lebih yang didorong oleh kesadaran untuk meraih keuntungan,
Syirkah juga merupakan salah satu Mu’amalat dalam islam yang mengatur hal-hal
yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama manusia untuk memenuhi
keperluanya sehari-hari. Dalam melakukan syirkah ada rukun dan syarat yang
harus dipenuhi oleh orang yang mau bersyirkah serta ada keuntungan dan kerugian
yang akan diperoleh.oleh orang yang bersyirkah dan cara kerjasamanya Dalam
agama islam ada beberapa macam bentuk kerja sama diantaranya Muzara’ah yaitu
kerja sama dalam bentuk usaha pertanian Musaqah ( Perawatan tanaman ),syiarkah
dan lain-lain namun disini hanya membahas tentang syirkah.
A.
PENGERTIAN
SYIRKAH
Syirkah/Muayarakah
(Perkongsian) bukan merupah sebuah kata yang asing bagi lingkungan muslim,
tetapi yang disayangkan banyak yang belum tahu substansi dari
Syirkah/Muayarakah (Perkongsian) itu sendiri. Dari sudut bahasa dan istilah
(etimologi) Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il
mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata
dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat. Kata dasarnya boleh dibaca
syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam
Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).
Menurut
arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua
bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu
bagian dengan bagian lainnya. Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah
suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu
usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan .
Syirkah/Muayarakah
(Perkongsian) bukan hanya sebuah kata yang menginterprestasi dari sebuah sistem
ekonomi islam, tetapi mempunyai cakupan yang sangat luas, yang mengatur para
Pengusaha ataupun keterampilan lain dalam menjalani kerjasama atau perkongsian.
Didalam
dunia ekonomi konfensional, istlah Syirkah/Muayarakah (Perkongsian) disebut
juga dengan istilah korporasi yang artinya dua orang atau lebih menjalankan
sebuah usaha dan memiliki satu tujuan (misi). Jelaslah sudah bahwa secara
langsung maupun tidak langsung kita sempat merasakan atau terlibat dalam
permasalahan ini.
Adapun
makna Syirkah atau perseroan dalam bahasa Indonesia memiliki makna penggabungan
dua atau lebih yang tidak bisa lagi dibedakan satu bagian dengan bagian
lainnya. Dalam istilah syariah, syirkah adalah transaksi antara dua orang atau
lebih, dimana mereka saling bersepakat untuk melakukan kerja yang bersifat
finansial dan mendatang keuntungan (profit).
Pada intinya Syirkah/Muayarakah (Perkongsian)
mengatur manusia satu dengan manusia lain dalam melakukan aktifitas sosial
ekonomi.
B. DASAR-DASAR HUKUM SYIRKAH
Jika di pandang dalam aspek Ekonomi Islam.
Adapun dasar hukum
Syirkah/Muayarakah (Perkongsian) hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil
Hadits Nabi Muhammad Saw berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah.
Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah
bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Saw membenarkannya. Nabi Saw
bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra:
“Allah
‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang
ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah
satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya”. [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan
ad-Daruquthni].
Tidak kalah penting juga jika kita
merujuk dari salah satu firman Allah SWT didalam Al-qur’an. Adapun ayat-ayat
Al-Qur’an sebagai berikut:
“.... dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini"....” (QS. Shaad :24)
Ayat
ini mencela perilaku orang-orang yang berkongsi atau berserikat dalam berdagang
dengan menzalimi sebagian dari mitra mereka. Menzalimi disini adalah melakukan
tidakan curang seperti, tidak transparan dalam pelaporan laporan keuangan.
Adapun
yang di jelaskan dalam QS, Al Maidah ;2 yaitu
“...dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.”
Jadi,
jelaslah bahwa praktek Syirkah/Muayarakah (Perkongsian) pada hakekatnya
diperbolehkan oleh risalah-risalah yang terdahulu dan telah dipraktekkan dan
mempunyai dasar yang kuat.
Dalam ayat di atas sudah di jelaskan bahwa kerja sama
merupakan bentuk tolong-menolong dalam perbuatan baik yang di perintahkan dalam
Agama selama kerja itu tidak ada dalam perbuatan dosa atau pun permusuhan. Sedangkan dalam hadits lain juga di jelaskan
yang Artinya :
“Dari Saib
bahwa ia berkata kepada Nabi Muhammad SAW ” Engkau pernah menjadi kongsiku pada
( zaman ) jahiliyah, ( ketika itu ) engkau adalah kongsiku yang paling baik.
Engkau tidak menyelisihku, dan tidak berbantah-bantahan denganku.” (Shahih :
Shahih Ibnu Majah no : 1853 Ibnu Majah II : 768 no : 2287 ). ( Abdul ’Azhim : 2008:
hal: 588 )
C.
MACAM-MACAM SYIRKAH
Setelah
kita mengetahi definisi dan dasar hukum syirkah itu sendiri, maka telah
seharusnya kita megetahu jenis-jenis dari syirkah itu sendiri dan dasar hukum
masing-masing syirkah. Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap
berbagai hukum syirkah dan dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam
Ekonomi Islam, yaitu:
1. Syirkah Inân
Syirkah
inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi
konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh
berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat, Contoh syirkah inân: A dan B
berprofesi sebagai Akuntan Publik. Si A dan B sepakat membuka praktek pelayanan
jasa Akuntan Publik. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp
350.000,00 dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.
Dalam
syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang
(‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah,
kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal.
Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung
kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa
Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata,:
“Kerugian
didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas
kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).”
2. Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak
atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa
konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran
(seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan
tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). Syirkah ini
disebut juga syirkah ‘amal. Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan,
bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika
memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A
mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
Dalam
syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh
berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang
kayu dan tukang batu. Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan
merupakan pekerjaan halal. tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya,
beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng). Keuntungan yang diperoleh
dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama
di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Syirkah
‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Ibnu Mas’ud ra. pernah
berkata,
“Aku pernah berserikat dengan
Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada
Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak
membawa apa pun.” [HR. Abu Dawud dan al-Atsram].
Hal
itu diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dan beliau membenarkannya
dengan taqrîr beliau.
3. Syirkah Mudhârabah
Syirkah
mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu
pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan
konstribusi modal (mâl). Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan
ulama Hijaz menyebutnya qirâdh. Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb
al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai
pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha
toko kelontong,dll).
Ada
dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak
(misalnya, A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak
ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja. Kedua, pihak pertama
(misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak
kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal, tanpa konstribusi kerja.
Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah.
Hukum
syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr
Nabi Shalallahu alaihi wasalam) dan Ijma Sahabat . Dalam syirkah ini,
kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil).
Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola
terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika
ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola
modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah
berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung
kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian,
pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena
kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh
pemodal.
4. Syirkah Wujûh
Syirkah
wujûh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam. Disebut syirkah wujûh karena
didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah
masyarakat. Syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang
sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya
C) yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah
tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya.
Bentuk
kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah
dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang
kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak. Misal: A dan
B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan
cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B
bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya
menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya
dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam
syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan
berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian
ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang
dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan.
Hukum
kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya
termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.
Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat
Islam .
Namun
demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud dalam
syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan
semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang
dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang
dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan.
Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja,
tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah
mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan.
5.
Syirkah
Mufâwadhah
Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau
lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan,
mudhârabah, dan wujûh). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut
An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri
sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan
yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai
porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika
berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan
persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur
teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi
kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli
barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan,
yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan
konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti
di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai
pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa
masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja,
berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang
secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud
syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.
D.
RUKUN
DAN SYARAT SYIRKAH
�
Rukun
syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu :
1. Akad
(ijab-kabul), disebut juga shighat;
2. Dua
pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah).
3. Obyek
akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal)
dan/atau modal (mâl)
�
Syarat-syarat
umum syirkah
1. Jenis
usaha fisik yang dilakukan dalam syirkah ini harus dapat diwakilkan kepada
orang lain. Hal ini penting karena dalam kenyataan, sering kali satu patner
mewakili perusahaan untuk melakukan dealing dengan perusahaan lain. Jika syarat
ini tidak ada dalam jenis usaha, maka akan sulit menjalankan perusahaan dengan
gesit.
2. Keuntungan
yang didapat nanti dari hasul usaha harus diketahui dengan jelas. Masing-masing
patner harus mengetahui saham keuntungannya seperti 10 % atau 20 % misalnya.
3. Keuntungan
harus disebar kepada semua patner.
�
Syarat-syarat
khusus
1. Modal
yang disetor harus berupa barang yang dihadirkan. Tidak diperbolehkan modal
masih berupah utang atau uang yang tidak dapat dihadirkan ketika akad atau
beli. Tidak disyaratkan modal yang disetor oleh para patner itu dicampur satu
sama lain. Karena syirkah ini dapat diwujudkan dengan akad dan bukan dengan
modal.
2. Modal
harus berupa uang kontan. Tidak diperbolehkan modal dalam bentuk harta yang
tidak bergerak atau barang. Karena barang-barang ini tidak dapat dijadikan
ukuran sehingga akan menimbulkan persengketaan di kemudian hari karena
keuntungan yang dihasilkannya juga menjadi tidak jelas proporsinya dengan modal
yang disetor akibat sulitnya dinilai.
Adapun menurut An-nabani, syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:
o
Obyek akadnya berupa
tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad,
misalnya akad jual-beli;
o
Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar
keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha).
E.
SYIRKAH
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
Masalah
syirkah pada lembaga keuangan bukan merupakan suatu hal yang baru. Jika kita
ingin merujuk pada sejarah, maka bisa kita ketemukan praktek syirkah pada zaman
Rasulullah. Pada konsekuensinya syirkah tetap sama, tetapi organisasi dan atau
lembaga keuangan yang berbeda. Hal yang terpenting didalam praktek syirkah
adalah menyangkut hal-hal sebagai berikut, sebagai mana yang dikemukakan dalam
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional :
1. Pernyataan
ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Penawaran dan penerimaan
harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.
Penerimaan dari
penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c.
Akad dituangkan secara
tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi
modern.
2. Pihak-pihak
yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a.
Kompeten dalam
memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b.
Setiap mitra harus
menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai
wakil.
c.
Setiap mitra memiliki
hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
d.
Setiap mitra memberi
wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap
telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan
kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e.
Seorang mitra tidak
diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya
sendiri.
3. Obyek
akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a.
Modal
o Modal
yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.Modal
dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan
tunai dan disepakati oleh para mitra.
o Para
pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal
musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan.
o Pada
prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b.
Kerja
o Partisipasi
para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah; akan tetapi,
kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan
kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut
bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
o Setiap
mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari
mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam
kontrak.
c.
Keuntungan
o Keuntungan
harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa
pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian musyarakah.
o Setiap
keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi
seorang mitra.
o Seorang
mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu,
kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
o Sistem
pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d.
Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham
masing-masing dalam modal.
F. HIKMAH SYIRKAH
Adapun hikmah yang dapat di ambil dalam urusan
persyirkahan ini yaitu Kita tidak akan sanggup mengangkat suatu barang yang
berat dengan tenaga sendiri, tetapi akan menjadi ringan dan mudah berkat
kegotong-royongan dengan orang lain, maka demikian pula dalam membina suatu
perusahaan dagang, diperlukan juga perkongsian. Tegasnya hikmah syirkah antara
lain:
1.
Perusahaan dan perdagangan akan lebih maju
2.
Permodalan akan menjadi besar dan lebih berarti
3. Kemajuan perusahaan akan lebih mantap, karena hasil pemikiran beberapa
orang
4.
Banyak menampung tenaga kerja
KESIMPULAN
Musyarakah
(Syirkah) adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
suatu kegiatan usaha tertentu; masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
sesuai dengan porsi yang disepakati.
Sementara keuntungan yang
diperoleh maupun kerugian yang mungkin timbul akan dibagi secara proporsional
atau sesuai dengan kesepakatan bersama.
Dalam Islam Syirkah di bolehkan jika tak ada pihak yang
terzalimi, bahkan jika syirkah ini di laksanakan dengan baik dan profesional
maka mampu memudahkan dalam membina suatu perusahaan dagang. yang membawa
kemajuan dan keuntungan bagi pihak-pihak yang berkongsi tersebut bahkan
termasuk mampu menampung tenaga kerja yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Situs-situs Web Online, antara lain :
Dan lain-lain.